Sabtu, 26 Maret 2011

sejarah gereja sidang pantekosta di indonesia

BAB VI
SEJARAH GSPDI

Sejarah singkat GSPDI Di mulai dengan Anugrah Tuhan Yang .di tugaskan kepada Hamba-Hamba .Tuhan Dengan sejarahnya sebagai berikut ..,adalah seorang pemuda anak Tuhan yang gigih berjuang untuk Tuhan Yesus Kristus yang telah dipakai oleh Rob Kudus merintis pekerjaan Tuhan dan kemudian hari berkembang di seluruh Indonesia.
Anak Tuhan tersebut adalah THEODORUS WILLIAM KOROMPIS yang lahir pada tanggal 20 Juni 1904 di Langowan, Minahasa, Sulawesi Utara.
Sebelum menjadi hamba Tuhan, beliau adalah seorang pegawai pada perusahaan minyak BPM (British Petroleum Maatschappij). Kemudian beliau memenuhi panggilan Tuhan untuk melayani pekerjaanNya, dan untuk memenuhi panggilan tersebut beliau meninggalkan pekerjaannya di BPM Cepu dan pergi ke Surabaya untuk sekolah di Nederlandsch Indisch Bijbel Instituut Jl. Embong, Malang, Surabaya yang dipimpin oleh Pdt. W. W. Patterson dari Bethel Temple Seattle, USA. Menjelang kedatangan tentara Jepang (tahun 1938-1939) yakni selesai pendidikan sekolah Alkitab, beliau berkeliling menginjil di Jawa Tengah dan kemudian diteruskan mengikuti pelatihan pelayanan di Gereja Pinksterkerk jalan Lengkong Kecil Bandung di bawah bimbingan Pdt. Van Loon (almarhum).
Sekitar tahun 1941 beliau membuka sendiri sebagai kebaktian pertama yang diadakan di sebuah gudang barang milik Br. Ch. S. Schiuws (almarhum) di sekitar pasar Andir. Ternyata kegiatan gereja dan pelayanan di tempat tersebut cukup maju, maka sekitar awal 1942 kebaktian di pindah ke gedung di jalan Waringin (sekarang) milik keluarga Liem Hiep Twan (Yusuf Halim).
Antara tahun 1943-1944 beliau memisahkan diri secara resmi dari naungan Pinksterkerk. Dengan dibantu beberapa anggota sidang jemaat, yaitu Br. Ch. S. Schiuws, Br: Van Eghmond dan Br. Tan Tiauw Tjoen mengembangkan jemaat tersebut, maka sejak saat itulah berdiri gereja yang kemudian hari menjadi cikal bakal Gereja Sidang Pantekosta Di Indonesia.
Bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945 dimana Dai Nippon bertekuk lutut dan harus meninggalkan negara Republik Indonesia ini. Namun tentara Belanda masuk kembali ke Indonesia dan menjadikan Bandung terbelah dua, yaitu di sebelah Utara rel kereta api berada di bawah kekuasaan tentara sekutu sedangkan di sebelah Selatan rel kereta api dikuasai oleh Republik Indonesia.
Kemudian sekitar 1945 gedung gereja di Waringin diduduki tentara Gurkha (Sekutu) untuk dijadikan markas sehingga kegiatan gereja terhenti lama sekali. Kegiatan pelayanan dipindahkan ke suatu tempat di persinpangan Pajajaran ¬Baladewa, namun daerah ini di bawah kekuasaan sekutu sedangkan lokasi sebelumnya dalam kekuasaan Republik Indonesia. Berkat kesigapan dan kelincahan seorang pemuda pejuang, yakni Saudara Manurung (yang merupakan pembantu pelayanan Pdt. Th. W. Korompis) perpindahan inventaris gereja yang berupa kursi-kursi, piano, dan sebagainya berjalan lancar dengan memakai armada kereta kuda.
Sekitar tahun 1946 kegiatan gereja di jalan Pajajaran-Baladewa yang anggota--anggotanya adalah sdr. Liong Peng Goan bersaudara beserta seluruh keluarganya yang bertempat tinggal berdekatan dengan lokasi gereja. Masih dalam tahun yang sama terjadi perkembangan baru dengan dibukanya kegiatan kebaktian di jalan Riau No.104 yang lokasinya persis di perapatan Riau-Anggrek dimana Pdt. Th. W. Korompis juga tinggal di tempat ini.
Kemudian pada pertengahan tahun 1946, Pdt. Th. W. Korompis mendapat sebuah tempat baru di jalan Raya Timor 122 (Kaca-kaca Wetan) yang kemudian hari dikenal dengan jalan Asia Afrika.
Sementara itu keadaan politik mulai pulih dan kegiatan di jalan Waringin dapat dilangsungkan kembali. Sehingga pada saat itu kegiatan ibadah diadakan di 2 tempat, yaitu di Jalan Waringin pindahan dari Jalan Pajajaran-Baladewa dan di Jalan Raya Timor. Sampai saat itu (1946) Gereja belum tergabung dalam organisasi manapun sebagai tempat bernaung.
5 tahun kemudian (1951) tepatnya tanggal 10 Februari 1951 Theodorus William Korompis, Charles Samuel Schiuws dan Tan Tiaw Tjoen mengajukan permohonan berdirinya perkumpulan (Gereja) Sidang Pantekosta Di Indonesia kepada Menteri Kehakiman dan mendapat pengakuan sebagai Badan Hukum pada tanggal 3 Juli 1951 dengan surat penetapan nomor JA.8/69/15 dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI tanggal 24 Juli 1951 nomor 59 dan berkedudukan (pusat) di Bandung dimana, Ketuanya Pdt. Th. W. Korompis, Ch. S. Schiuws sebagai Bendahara dan Tan Tiaw Tjoen sebagai Penulis. Sampai tahun 1952 belum ada cabang baru baik di Bandung maupun di luar Bandung. Diperkirakan sejak tahun 1952 dan selanjutnya terjadi penggabungan beberapa sidang di Jakarta dan Cirebon yang seterusnya merupakan anggota teras Gereja Sidang Pantekosta Di Indonesia.
Pada tanggal 31 Desember 1961 berdiri jemaat di kota Lembang yang anggota jemaat pertama adalah keluara Gouw Jauw Piang, bahkan keluarga ini mempersembahkan sebidang tanahnya serta membangunkan gedung gereja sebagai tempat beribadah yang seterusnya jemaat di Lembang disebut Gereja Sidang Pantekosta Di Indonesia Jemaat Filadelfia III Lembang. Juga di beberapa kola di Jawa Tengah, Jawa Timer, Sulawesi Utara dan juga di tempat/daerah lainnya bergabung sehingga secara organisatons maupun pelayanan pekerjaan Tuhan, Gereja Sidang Pantekosta Di Indonesia berkembang. Pada tanggal 20 Juni 1977 berkat pertolongan dan kemurahan Tuhan Yesus Kristus, kegiatan Gereja berpindah dari Jalan Asia Afrika ke Jalan Jend. Gatot Subroto 285 sampai sekarang ini.
Pada bulan Juni 1985 didirikanlah suatu Lembaga Pendidikan yang setingkat Perguruan Tinggi yaitu Institut Alkitab Indonesia tempat untuk mendidik para pemuda-pemudi yang menerima panggilan, untuk menjadi pelayan/hamba Tuhan dan juga Lembaga Pengkaderan bagi Gereja Sidang Pantekosta Di Indonesia. Saat ini IAI telah menjadi Sekolah Tinggi Theologia Insan Alkitab Indonesia (STT IAI).
Pada tanggal 24 September 1990 Gereja Sidang Pantekosta Di Indonesia mendapat Pengakuan (Diakui) sebagai Lembaga Gereja dari Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Kristen (Protestan) Departemen Agama R.I. dengan Surat Keputusan Nomor 166 tanggal 24 September 1990. Demikianlah riwayat singkat dan sejarah perkembangan Gereja Sidang Pantekosta DI Indonesia Jemaat Filadelfia di Bandung pada khususnya dan Gereja Sidang Pantekosta di seluruh Nusantara pada umumnya dan pelayanan pendirinya yaitu Pdt. Th. W. Korompis sampai pada akhir hayatnya yang dipanggil pulang ke Rumah Bapa pada tangga126 Maret 1991.
Beliau almarhum. Pdt. Prof. Dr. Th. W. Korompis telah mengakhiri pertandingan yang baik, dalam memelihara iman dalam segenap pengharapan dan sepenuh kasih. Sekarang tongkat estafet pelayanan telah diberikan kepada kita semua sebagai penerus untuk melanjutkan pelayanan dalam menerima panggilan yang mulia dari Tuhan kita Yesus Kristus.
Demikianlah riwayat singkat ini ditulis hasil penuturan antara Pdt. Nas Ginting dengan Pdt. Tan Tiauw Tjoen (dikenal sekarang dengan nama Pdt. Timotius Yonathan) dan beberapa tambahan laizmya dari pada nara sumber.